Latest Posts

Republik Tuhan 9 Senti

By 5:02 am ,

“Perokok layaknya pelanggar HAM. Mereka mencemarkan udara dengan racun padahal udara adalah hak setiap orang untuk menghirupnya dengan bersih.”, tulis seorang ayah yang mendapati anaknya tervonis kanker paru-paru karena merokok. Tahukah kamu perokok hanya menghisap 15 % dari asap yang mereka hasilkan sedangkan 85 % nya bebas beterbangan tanpa dosa?

Republik Indonesia yang kita diami ini kasarnya adalah Republik Perokok. Mengapa? Jumlah perokok di Indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah Cina dan India. Prestasi yang menakjubkan. Dan tulisan “Merokok dapat menyebabkan serangan jantung, impotensi serta gangguan kehamilan dan janin”, hanyalah ‘embel-embel’ tanpa makna yang harus ada di setiap bungkus rokok. Tua, muda, laki-laki, perempuan, tak bisa menghindari sensai hebat dari Tuhan 9 Senti (meminjam istilah dari Taufik Ismail) ini.

Rokok adalah satu-satunya produk legal yang membuat penggunanya meninggal 15 tahun lebih cepat. Bahkan WHO menyatakan 5,4 juta orang meninggal dalam setahun atau 1.172 orang meninggal dalam sehari karena rokok. Angka yang bagus untuk ‘mengurangi’ ledakan populasi penduduk dunia. Tapi orang-orang seakan menutup mata terhadap bahaya dari rokok. Kawasan yang tergolong tempat terlarang merokok justru menjadi ajang adu asap. Tempat belajar-mengajar, kampus, adalah salah satu kawasan terlarang tetapi nyatanya mahasiswa senang sekali mengepul di area kampus. Padahal katanya mahasiswa itu kaum terpelajar yang notabene tahu mana yang benar, mana yang salah, tetapi nyatanya untuk soal rokok antara yang benar dan salah tidak ada bedanya.

Yang paling kasihan adalah para perokok pasif yang tidak berdosa. Mereka tidak merokok tapi justru ikut menanggung resiko para perokok, bahkan dengan resiko yang lebih besar. Diperkirakan seorang perokok aktif dapat membunuh 200 ribu orang perokok pasif dalam satu tahun (WHO, 2007). Pemandangan seorang supir angkot yang asyik merokok padahal ia membawa penumpang seorang ibu yang sedang menggendong bayi adalah hal yang biasa. Para supir angkot berkilah dengan bilang kalau asap yang ia hasilkan dibuang melalui jendela keluar angkot. Itu benar tetapi udara yang tercemar itu lalu masuk lagi dari jendela penumpang yang terbuka lalu dihirup sang bayi. Pembunuhan massal yang sunyi.

Kita tahu bahwa negara Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki banyak warga miskin. Ironisnya mayoritas perokok di Indonesia adalah kaum menengah ke bawah. Menurut Menkes, kemiskinan dan merokok merupakan dua hal yang saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2003-2005 membuktikan, konsumsi rumah tangga miskin untuk tembakau menduduki rating kedua (12,43%), setelah konsumsi padi-padian (19,30%). Sementara 20% rumah tangga yang berpendapatan tertinggi hanya membelanjakan 9,25% dari pendapatannya. Kelompok rumah tangga miskin pula yang memiliki beban ekonomi dan kesehatan yang terberat akibat kecanduan rokok. Dari sekitar 1,3 milyar perokok di seluruh dunia, 84% diantaranya di negara-negara berkembang (WHO, 2004). Dari data ini dapat disimpulkan bahwa rokok adalah pemicu kemiskinan. Kalau Anda ingin miskin tips yang paling jitu adalah menjadi pecandu rokok.

Lalu muncullah ide untuk menutup perusahaan rokok demi menanggulangi bahaya merokok di dunia, khususnya Indonesia. Tapi lalu protes berdatangan dengan dalih kalau perusahaan ditutup maka akan mematikan mata pencaharian banyak orang. Apalagi bila hal itu terjadi di Indonesia yang tingkat penganggurannya sudah tinggi. Tapi tahukah Anda kalau produk rokok terbanyak di Indonesia adalah sigaret kretek mesin yang tidak membutuhkan banyak tenaga kerja? Dan kalaupun ada buruh yang dipekerjakan, mayoritas adalah wanita yang para suaminya malas bekerja. Lagipula penggunaan buruh ini dianggap tidak efisien lebih baik pakai mesin. Kalaupun akhirnya memakai buruh, gaji mereka tidak seberapa (tidak lebih dari Rp 50.000/hari). Jadi kalaupun ada pengeluaran untuk gaji buruh ini ya tidak seberapa dibandingkan dengan iklan salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yang sampai menyewa sutradara sekelas Jay Subiakto, menggunakan model-model papan atas Indonesia dan berlokasi di tempat-tempat eksotis di Bumi Pertiwi ini demi menyambut tahun baru. Yap, akhirnya kita menemukan alasan untuk bisa menutup perusahaan rokok ini tapi apakah semudah itu? Ya nggak juga. Pertemanan antara industri rokok dengan pemerintah pusat itu sangat kuat (para perokok di kalangan pemerintah tidak sedikit). Bahkan katanya kalau bos industri rokok besar di Indonesia kemana-mana dikawal brimob bersenjata lengkap. Mulai seperti bos-bos mafia di film-film. Belum lagi 99 % rokok Indonesia itu kretek dan kretek itu mengandung alkohol, MUI tahu nggak ya?

Kita pasti tahu kalau kalimat-kalimat cerdas yang ngena seperti “Lebih baik nggak punya apa-apa daripada punya tapi kenapa-kenapa” asalnya dari iklan rokok. Kita pasti juga tahu kalau iklan rokok tidak boleh memperlihatkan orang yang sedang merokok atau iklan rokok hanya boleh tayang pada pukul 21.00 sampai 05.00. Tapi sekarang hal itu bisa ‘dilanggar’ dengan yang namanya CSR (corporate social responsibility) yaitu dengan cara mensponsori sebuah event atau kegiatan yang bertujuan kepada kebaikan masyarakat atau dengan membuat iklan yang bagus dan cerdas. Kita pasti sering melihat atau mendatangi acara bertema olahraga atau musik yang disponsori oleh perusahaan rokok. Semua orang juga tahu kalau rokok itu berbahaya. Makanya perusahaan rokok tidak mungkin beriklan seperti “Isaplah rokok demi mendapat kulit dan jantung sehat”. Perusahaan rokok lalu beralih ke CSR. CSR adalah satu-satunya jalan bagi industri rokok untuk membangun citra positif. Sederet program CSR pun digelar, dari pemberian beasiswa, membantu korban bencana alam, sampai memberi pelatihan kepada guru.

Dari CSR ini muncul sebuah pertanyaan, apakah iklan CSR rokok semata-mata mendatangkan kebaikan? Kalau kita mau berpikir jauh jawabannya adalah tidak. Iklan seperti ini sama saja dengan membungkus racun dengan permen. Caranya dengan menarik simpati masyarakat dengan menunjukkan kalau industri rokok memang menganjurkan kebaikan padahal pesannya ya cuma satu: ayo, isaplah rokok.

Dari mata para pelaku iklan bahwa CSR ini, apapun bentuknya, tetap bertujuan investasi. Kalau ada industri rokok yang melakukan kegiatan CSR dengan menggunakan kesempatan pada hari raya seperti Idul Fitri, Sumpah Pemuda, Natal, Tahun Baru dan Hari Kemerdekaan, itu hanyalah tameng. Iklan seperti ini berwajah ganda. Sambil menebar pesan kebaikan yang mempesona tetapi di lain sisi ia juga ingin menggaet banyak calon perokok. Dan karena bentuknya yang ‘indah’ ia dibebaskan untuk berkeliaran di mana-mana. Iklan CSR rokok ini lebih keji dari iklan rokok beneran.

Nah, tinggal kita lah masyarakat yang menentukan pilihan. Ingin menggunakan akal sehat untuk menghindari kanker paru-paru dan serangan jantung atau menyerahkan nyawa kepada Tuhan 9 Senti.

You Might Also Like

0 comments