Latest Posts
Jika bukan karena Editor in Chief saya, Novita Angie, yang juga seorang penyiar di Cosmopolitan FM, saya tak mungkin mengenal sosok Alexander Sriewiejono. Ia adalah seorang psikolog yang telah lama menjadi konsultan karier di majalah Cosmopolitan dan banyak perusahaan ternama lainnya. Jika bukan karena bos saya itu, saya tak akan mengenal orang yang begitu cintan dengan traveling serta alam dan membangun kediamannya bak mother nature.

Rumah ilalang, begitu Alex menyebut rumahnya. Mengapa ilalang? Karena atap rumah ini dibangun dengan ilalang. Rumah ramah lingkungan ini dibangun di lahan yang tak besar tetapi tetap terlihat luas karena Alex menghindari sekat seperti tembok. Rumah ilalang bak oase di tengah sumpeknya daerah perkotaan.

Pengalaman tak terlupakan dari wawancara ini adalah merasakan buang air kecil di kamar mandi tanpa atap! Ya, tanpa atap alias benar-benar di ruang terbuka. Harapan saya cuma semoga tak ada orang iseng yang niat memanjat pohon dan mengintip.

"Lalu, bagaimana kalau hujan turun ketika mandi?" tanya saya kepada Alex. Ia dengan santai menjawab, "Ya, biar saja hujan." Dan itulah nafas dari rumah ini yaitu menyatu dengan alam. Berikut hasil bermain dengan alam bersama Alex yang dimuat di HELLO! Indonesia edisi Oktober 2014. Baca di sini...



Hal pertama yang saya ingat ketika pintu kediaman milik perancang kebanggaan Tanah Air, Sebastian Gunawan, dibuka adalah WOW. Ya, hanya itu. WOW. Saya benar-benar tak memiliki reaksi lain.

Bayangkan, saya disambut dengan patung babi bersayap yang begitu besar dan langit-langit tinggi menjulang. Faktor WOW tersebut semakin mencapai puncaknya ketika dengan ramahnya sang desainer mengajak saya tur keliling rumahnya.

Setiap ruangan memiliki konsep yang begitu matang yang sebagian besar bertema oriental. Sebastian memiliki dua kamar tidur tamu yang masing-masing bertema oriental yang dirancang bak hotel bintang lima. Itu baru kamar tidur tamu saja....

Saya ingat sekali ketika Sebastian menunjukkan kamar tidur tamu tersebut, saya dan fotografer bertukar pandang dan sama-sama berkata "WOW!" tanpa suara. Ketika kami menuju ruang tidur utama, di situlah semua imajinasi saya akan kemewahan terwujud. Benar-benar berkelas dan mewah.

Yang paling menarik adalah lorong menuju kamar tidur Sebastian yang dirancang bak museum dengan sederet karya seni memukau. Ya, Sebastian adalah penggila seni dan (belum) semua koleksi seni miliknya ia taruh di rumah ini.

Selain lift yang dalamnya dirancang ala oriental, kediaman ini juga memiliki patio di bagian atas rumah, yang mengingatkan saya dengan cafe-cafe di Kemang. Terlepas dari segala kemewahan, sosok Sebastian sendiri sangat rendah hati. Berikut hasil petualangan mewah saya di kediaman Sebastian Gunawan yang dimuat dalam HELLO! Indonesia edisi Juni 2014. Baca di sini... 


Ide untuk mengangkat kediaman Nyoman Nuarta lagi-lagi karena identitas saya sebagai warga Bandung. Saya mengenal galeri Nyoman Nuarta yaitu NuArt ketika saya masih menjadi mahasiswi jurnalistik. Saya tak menyangka ada seorang idealis seni yang memiliki lahan seluas 2 hektar dan membangun kediaman sekaligus galeri seni dengan jerih payahnya sendiri.

Hingga akhirnya saya berjumpa dengan sosok idealis tersebut, saya memahami Nyoman Nuarta tak hanya idealis tetapi juga eksentrik. Jika gurunya di universitas yaitu Sunaryo adalah seorang idealis yang tenang, sang murid, Nyoman adalah idealis yang berapi-api.

Ia adalah seorang Hindu yang terang-terangan mengatakan bahwa Hindu bukan sebuah agama tetapi ajaran. Ia membenci fundamentalis agama yang mengatakan bahwa patung adalah berhala dan bukan karya seni. Ia begitu menghormati alam dan hal tersebut ia terapkan dalam membangun kediamannya yang luar biasa.

Bagaimana saya bisa mewawancari Nyoman Nuarta adalah sebuah keberentungan koneksi yang aneh. Sang istri, ibu Shinta yang di usia senja tetap terlihat sangat cantik, ternyata masih memiliki hubungan jauh dengan keluarga saya. Nasehat untuk Anda, korek hubungan relasi famili hingga ke akar.

Meski berapi-api, Nyoman dan ibu Shinta adalah pasangan kakek-nenek yang super duper baik hati dan ramah. Mengingat tak banyak narsum yang mau duduk semeja bersama reporter dan fotografer serta menganggap awak media sebagai saudara. Berikut hasil wawancara yang dimuat dalam HELLO! Indonesia edisi Juli 2014. Baca di sini...


Sebagai masyarakat Bandung, saya tak mungkin tak mengenal maestro seni, Sunaryo. Tak hanya galerinya, Selasar Sunaryo Art Space, yang menjadi magnet bagi anak muda Bandung yang 'nyeni', tetapi juga pribadinya yang ramah dan rendah hati.

Saya harus mengakui, sebelum wawancara ini berlangsung dan 9 tahun tinggal di Bandung, itulah pertama kalinya saya bertemu langsung dengan Sunaryo. Dalam banyak hal, sosoknya mengingatkan saya pada kakek baik hati dalam dongeng anak-anak.

Satu hal yang paling tak bisa saya lupakan dari wawancara ini adalah ia menunjukkan museum batu miliknya yang masih setengah rampung. Batu? Ya, batu. Namun, seorang maestro seni tak mungkin tak punya maksud membangun museum batu. Batu-batu tersebut diletakkan dalam titik tertentu yang dapat menyerap energi alam. Saya sendiri sudah membuktikan kehebatan energi tersebut dan dibuat tercengang.

Karena wawancara ini dilakukan pada bulan Ramadhan, saya sekaligus berkesempatan buka puasa bersama Sunaryo di ruang makan kediamannya yang temaram. Berikut kisah Sunaryo tentang rumah limasan jawa yang telah ia diami selama lebih dari 20 tahun, yang dimuat dalam HELLO! Indonesia edisi September 2014. Baca di sini...