Latest Posts

Part II: Pemandian Tjihampelas: Habis Manis Sepah Dibuang

By 2:35 am


Pemandian Tjihampelas (source)

Pemandian Tjihampelas adalah kolam renang pertama yang dimiliki oleh Indonesia. Menjadi salah satu tempat hiburan bagi kaum Eropa pada saat itu. Pemandian ini dibuat khusus bagi kaum Eropa atas prakarsa Ny. Homann yang ingin melayani tamu-tamu hotelnya. Bagunan yang didirikan 1902 ini merupakan aset sejarah yang dimiliki Kota Bandung. Sekarang, bagunan ini dihancurkan atas dasar kepentingan bisnis tanpa menilai aspek sejarah yang selama ini melekat pada bangunan ini. Bisa dilihat juga Part I di Pembunuhan Bangunan Bersejarah.
            Pemandian Tjihampelas ternyata telah memenuhi aspek-aspek bangunan bersejarah menurut Snyder dan Catanes (1979), yaitu ; Kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain), Kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan), Kejamakan(mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh terhadap social (meningkatkan citra lingkungan sekitar). Jadi tidak ada lagi alasan bahwa bangunan ini tidak bernilai sejarah.
            Pemandian Tjihampelas ini masuk dalam kategori lengkap pada masanya, menyediakan 3 buah kolam dengan standar internasional, pertama berukuran 25 x 50 meter berkedalaman 1,2 hingga 2 meter, kemudian kolam kedua berukuran 12 x 12 meter, berkedalaman 1,1 meter, sedangkan kolam ketiga berukuran 8 x 3 meter berkedalam 80 CM khusus untuk anak-anak.
            Dalam perkembangan sejarah olahraga di Indonesia, Pemandian Tjihampelas menjadi tempat berlangsungnya Pekan Olahraga Nasional pertama untuk cabang Renang. Memang PON ke-1 bertempat di Solo, namun untuk cabang renang dilakukan di Pemandian Tjihampelas karena di Pulau Jawa, hanya satu kolam renang yang dimiliki yaitu di Jawa Barat di Pemandian Tjihampelas.
            Bukan hanya berpengaruh bagi perkembangan sejarah olahraga di Indonesia. Pemandian Tjihampelas ini juga terkait dari nama Jalan Ciampelas. Menurut John ( (40) bukan nama asli), nama Jalan Ciampelas ini diambil dari Pemandian Tjihampelas ini. Karena di sekeliling Pemandian Tjihampelas ini terdapat banyak Pohon Hampelas di sekitar pemandian ini dan akhirnya diambil untuk nama jalan.
            Namun, bagunan bersejarah ini sekarang hanya tinggal sejarah. Ahli waris kebudayaan hanya akan mampu menikmati kemegahan Pemandian Tjihampelas lewat tulisan-tulisan atau dokumentasi, tapi tidak bisa menikmati langsung. Pemandian Tjihampelas sudah rata dengan tanah dan akan menjadi bangunan baru yang tidak memiliki nilai sejarah sekuat Pemandian Tjihampelas.
Berpuluh tahun yang lalu, daerah Ciampelas memang terkenal sebagai salah satu daerah yang asri yang dimiliki Kota Bandung. Seiring perkembangan jaman, Jalan Ciampleas berkembang menjadi daerah industri bisnis khusnya bisnis pakaian yang sangat menjanjikan. Bagi wisatawan lokal maupun international yang berkunjung ke Bandung, pastinya menyempatkan diri mengunjungi factory outlet yang ada di sana.
             Pemandian Tjihampelas yang beberapa tahun lalu tetap menjadi salah satu icon dari daerah Ciampleas sekarang ini sudah tidak bisa dinikmati lagi oleh para penduduk lokal ataupun wisatawan. Pembangunan Rusunami (Rumah Susun Hak Milik) dikatakan lebih penting daripada mempertahankan aset sejarah. Mungkin bila dilihat dari nilai keuntungan memang Rusunami lebih menguntungkan daripada hanya sebuah pemandian.
PT Kagum Group, sebagai pengembang yang akan membangun Rusunami memang bukan pemain lama dalam dunia bisnis properti. Namun Kagum Group sudah memiliki banyak hotel di Bandung, misalnya Hotel Grand Serela, Henry Palace Hotel, Banana Inn Hotel and Spa, dan beberapa factory outlet misalnya Gossip dan Runaway. Proyek terbaru mereka adalah The Jarddin @Cihampelas yang akan dibangun diatas bekas bangunan bersejarah Pemandian Tjihampelas.
            Apa latar belakang dari penghancuran Pemandian Tjihampelas?  Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat sudah mengeluarkan Peraturan Daerah soal Cagar Budaya. Terdapat 99 bangunan bersejarah yang dilindungi dan dirawat. Pemandian Tjihampelas ini tidak masuk dalam kategori 99 bangunan tersebut. Maka secara hukum pemilik berhak untuk mengalihfungsikan bangunan tersebut. Bangunan bersejarah yang lain yang tidak masuk 99 daftar cagar budaya akan dilindungi lewat Peraturan Walikota yang juga diperjuangkan oleh Bandung Heritage.
Pemandian Tjihampelas 1935 (source)
            Namun tidak berhenti sampai disitu. Bandung Heritage, salah satu organisasi yang peduli akan pelestarian bangunan bersejarah di Kota Bandung dan sekitarnya ini sudah merekomendasikan bahwa Pemandian Tjihampelas tidak layak untuk dihancurkan. Pemandian Tjihampelas masih bisa untuk dirawat dan diperbagus kembali oleh pemilik.
            Namun, pihak Bandung Heritage tidak memiliki wewenang apapun untuk memutuskan apakah suatu bangunan tersebut diizinkan atau tidak untuk dihancurkan. Ketua Bandung Heritage, Dr. Harastoeti DH, mengatakan “Kami bukanlah instansi yang berhak untuk mengeluarkan izin, kami hanya memberikan rekomendasi bagaimana agar suatu bangunan bersejarah tetap dipertahankan dan dirawat, bukan dihancurkan.”
            Menurut yang dikatakan Romlah, Kasi Kepurbakalaan di Balai Kepurbakalaan, Sejarah, dan Nilai Tradisional Unit Pelaksana Teknis Departemen Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat, bahwa sebenarnya ada kesalahan koordinasi Disparbud dengan Dinas Tata Ruang dan Karya Cipta yang mengeluarkan izin. “Sepertinya ada komunikasi yang tidak connect, Dinas Tata Ruang main begitu saja mengeluarkan izin. Mungkin mereka tidak melihat nilai sejarah yang dimiliki Pemandian Tjiampelas, karena mungkin mereka tidak paham. Tapi kalau bertanya ke Disparbud Kota Bandung mereka lebih tahu tentang suatu bangunan itu, bahwa dilindungi undang-undang dan sebagainya. Jadi tidak mungkin mengeluarkan izin sedemikian rupa.”, tutur Romlah.  

Pemandian Tjihampelas sebelum dihancurkan (source)

     Menurut John (bukan nama asli) selaku ketua RT 03, penghancuran Pemandian Tjihampelas berlangsung alot. Hampir semua warga tidak menyetujui pengalihfungsian dari bangunan bersejarah tersebut. “Awalnya mereka bilang mau bikin seperti waterboom, tapi ganti jadi apartemen. Kalau waterboom si kami setuju, soalnya Pemandian Tjihampelas ini jadi berkembang. Tapi kalau apartemen kan cuma orang menengah ke atas aja yang bisa beli. Warga kami mana mungkin,” ujar John.
            Sekarang, Pemandian Tjihampelas sudah rata dengan tanah. Hanya tersisa dinding ubin khas kolam renang dan Patung Dewa Neptunus yang mati-matian dibela warga agar tidak dihancurkan karena sebagai sumber mata air. Sudah ada alat kontraktor yang mulai bekerja. Tidak ada lagi pohon-pohon hampelas yang rindang dan keceriaan anak-anak yang berenang di kolam renang yang tidak berkaporit tersebut.
              Jangan dikira penduduk sekitar Pemandian Tjihampelas sangat suka rela mengijinkan penghancuran dari bangunan bersejarah tersebut. Walaupun mereka tidak memiliki bangunan tersebut secara hukum, namun secara emosional mereka merasa sangat memiliki Pemandian Tjihampelas itu. Kolam renang pertama di Indonesia itu adalah sumber mata air bagi warga sekitar.
            John (40) yang memang sudah turun temurun tinggal di daerah sekitar Pemandian Tjihampelas merasakan langsung dampak dari penghancuran ini. “Ini adalah aset sejarah yang dimiliki kota Bandung, dari kecil saya main di sini, ngambil air di sini. Sekarang kalau sudah tidak ada, darimana kami (warga) bisa mengambil air?”, ujar John.
            John mengatakan bahwa tadinya warga hanya diberikan kompensasi jalan menuju rumah mereka selebar 2 meter dan diberikan tempat Mandi Cuci Kakus (MCK) yang layak. Namun warga menolak, mereka merasa kompensasi yang diberikan tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh pihak pengembang. Akhirnya pihak Kagum Group memberikan kompensasi uang Rp. 150.000,-/bulan untuk warga di RW ring 2 selama mereka tinggal di Bandung, jadi tidak untuk seluruh warga.

Pembangunan rusunami bersubsidi Jarrdin oleh Kagum Grup (source)

            “Katanya juga warga diberi kesempatan untuk bekerja di The Jarrdin. 60 % tenaga kerja warga sekitar, 40 % bawaan mereka. Tapi kita paling jadi apa sih? Kalau ngga cleaning service ya jadi office boy atau satpam”, Ucap John. Warga memang sangat menyangkan pembangunan rusunami di daerah ini. John juga mengatakan bahwa coba dibayangkan ada kurang lebih 2000 hunian yang ada dan semuanya memiliki mobil, akan semakin macet apa Cihampelas?
            Saat akan direncanakan akan dibangunnya rusunami, warga sebenarnya tidak tahu menahu soal ini. Mereka malah diberitahu oleh wartawan yang sedang meliput lokasi tersebut. “Kasus ini rame dari tahun kemarin, kami ngga tahu kalo ngga wartawan yang ngasih tahu. Sampai pejabat-pejabat juga dateng buat ngomongin soal ini. Setelah udah hancur, ngga ada tuh pejabat yang nengok ke sini. Kami ngga bisa berbuat apa-apa ya udah hancur aja sekarang”, kata John.
           Sebenarnya bukan hanya warga daerah Pemandian Tjihampelas saja yang tidak menginginkan bangunan seluas satu hektar itu dihancurkan, tapi seluruh warga Kota Bandung. Karena bagaimanapun, ini adalah salah satu aset bangsa, bukan hanya dimiliki oleh Kota Bandung. Tapi juga dimiliki oleh Indonesia. Nasi sudah menjadi bubur, Pemandian Tjihampelas sudah hancur. Tersisa hanya foto masa lalu yang tidak akan pernah bisa dinikmati secara langsung oleh generasi penerus.***sheila_hanma


You Might Also Like

0 comments