Latest Posts

Kenapa Jurnalistik?

By 5:11 am ,

Jurnalistik adalah sebuah neraka kecil bagi kamu yang membenci deadline. Bagi siapapun yang menggila-gilai kata “santai”. Dan adalah KEBODOHAN bagi saya. Di saat orang lain tidur nyenyak dalam mimpi damai, saya di sini, di depan layar komputer dan memikirkan hal-hal yang, “Gue mau nulis apa, ya?”. Seperti malam ini, di saat penghuni rumah semua sudah damai dalam mimpi saya juga ada dalam mimpi tetapi mimpi buruk. Suara hening, dunia masih tidur sedang saya bergulat dengan otak saya sampai rasanyamau muntah hanya untuk memenuhi sebuah istilah ‘deadline’. Kematian menghantui saya setiap hari. Tidur nggak tenang, makan nggak enak. Persis kayak orang sakit gigi tapi yang ini lebih parah.

Saya mau dendam pada siapa? Nggak ada! Dunia ini kan pilihan saya sendiri. Pilihan yang saya sendiri nggak ngerti kenapa saya mau milih. Jurnalistik. Jurnalistik. Jurusan nakal dan sadistik. Jurusan ini merenggut kebebasan saya. Merenggut waktu-waktu indah saat komik di tangan dan cemilan di tangan lainnya. Ya, Tuhan kepala saya pusing. Sumpah! Saya pengen muntah tapi muntahannya bukan sisa makanan melainkan huruf-huruf yang saya tulis. Aargggh apaan sih?!

Saya nggak ngerti kenapa ada mau masuk jurusan ini (saya contohnya: bodoh). Mau jadi wartawan aja perlu belajar ampe S1. Buat apa? Buat apa saya juga nggak ngerti. Wartawan itu kan miskin meski nyatanya mereka kaya ilmu. Wartawan itu kan dibenci karena suka mau tahu urusan orang. Wartawan itu kan kuncen, buruh tulis. Wartawan itu kan suka jadi target pembunuhan. Wartawan itu kan bukan profesi yang menjamin. Wartawan itu kan …saya, nantinya. Apa??

Sekarang jam menunjukan pukul 3.15 pagi. Saat orang bangun buat shalat tahajud atau tidur, saya di sini, masih mengetik memikirkan kata-kata apa selanjutnya yang akan saya ketik. Kesalahan terbesar dalam hidup saya adalah saya melakukannya. Hal yang paling bodoh adalah saya melihat diri saya duduk dengan mata sudah menghitam dan memenuhi tenggat deadline. Kalau wartawan koran lebih kejam lagi (pasti!), lebih kasihan lagi (pasti!). Coba kamu lihat koran di rumah, ujung-ujungnya jadi apa? Nggak akan jauh-jauh dari bungkus kacang, alas baju di lemari, alas meja dapur. Kerja susah payah, gaji minim tapi ujung-ujungnya Cuma buat dibuang.
Saya nggak ngerti dengan orang-orang yang mau memilih jurusan ini. Saya nggak ngerti kenapa saya mau pilih jurusan ini. Saya nggak ngerti kenapa saya mau jadi kuli. Bener, kan? Jurnalis itu kan kuli. Ya ampun saya bayar 20 juta buat jadi kuli!

Sebenarnya ya saya nggak pengen tuh jadi jurnalis. Kenapa? Jurnalis itu kan nantinya kalau paling hebat juga kerjanya di televisi. Di televisi apa sih yang menjadi patokannya? Rating. Rating dari mana? Dari para penonton. Kalau programnya disukain ya rating tinggi, kalau nggak ya rating rendah. Dan kata Pak Dede, dosen bahasa jurnalistik saya, bilang kalau kita bekerja nanti kita harus bikin program untuk si Joko alias orang-orang menengah ke bawah. Mereka adalah target rating. Jadi jangan buat yang berat-berat tapi yang mudah dipahami. Nah! Kalau begini, kalau terus-terusan si Joko ini diberi yang mudah-mudah, kapan susahnya? Kapan Indonesia mau maju pendidikannya? Kapan jurnalis mendidik khalayaknya??

Kebodohan dan kesalahan terbesar ini adalah saya masih mau bertahan di jurusan ini. Cari berita, ngelapor, nulis, cari foto, deadline, riweuh, liuer berkumpul jadi satu. Ujung-ujungnya buat apa? Nggak buat apa-apa! Dan hal yang paling saya benci dari dunia ini, dari jurnalistik ini adalah para makhluk penghisap rokok non-stop. Ya ampun! Katanya tugas wartawan itu menyiarkan berita yang penting dan mendidik publik tapi sikapnya g mencerminkan pendidikan. Tau donk kalau sekarang larangan merokok di tempat publik udah diusung lagi? Tau donk kalau merokok di lingkungan pendidikan (kampus contohnya) itu dilarang? Masih ada ajaaa,,,mayoritas anak jurnalistik yang masih ngerokok di temoat umum. Duuuh lakukan donk berita yang Anda sendiri liput.

Saya benci deadline.
Kenapa saya mesti ada di jurusan ini?
Saya nggak mau jadi miskin.
Kenapa saya masuk jurnalistik kalau begitu?
Ngantuk.
Benci.
Jurnalistik = mimpi buruk
Sebel
Tapi …enak, gimana dong?

You Might Also Like

0 comments