Abimana Aryasatya: Mendobrak Stereotipe Aktor
Bisa saya katakan ini adalah wawancara terbaik di sepanjang karier saya sebagai penulis. Saya berkata begitu bukan karena saya pribadi adalah penggemar Abimana Aryasatya, tetapi karena selama proses wawancara, Abimana sangat kooperatif dan apa adanya. Ia tidak menaruh dirinya sebagai narasumber dan saya jurnalis, melainkan ia adalah dirinya dan saya adalah saya tanpa embel-embel jabatan.
Tak banyak aktor yang dengan cuek memilih lokasi wawancara di tangga darurat sembari menghisap sebatang rokok ataupun berdiri di pinggir atap gedung sembari memandang gedung pencakar langit...Abimana melakukannya.
Ia benar-benar terbuka dengan masa lalunya. Ia apa adanya, transparan, dan di luar dugaan. Ia satu-satunya aktor yang terang-terangan berkata ia berakting untuk mengejar materi, tetapi di lain sisi ia tidak peduli ketenaran. Ia tak pernah menonton film yang ia bintangi.
Tak heran hingga akhirnya saya menulis rubrik Heart to Heart ini dengan mood yang sempurna. Saya benar-benar bisa menangkap kisah Abimana yang pahit manis. Ia membenci akting tetapi demi mencari nafkah keluarga, ia melakukannya.
Ia mencari sosok ayahnya yang hilang dan mengubah nama dari Robertino menjadi Abimana, yang kepanjangan dari ayah (Abi) dimana (Mana). Ia pernah hidup di jalanan dan kehilangan arah. Ia bukan kebanyakan aktor yang Anda bayangkan.
Berikut hasil curhatan Abimana di HELLO! Indonesia edisi Maret 2014, baca di sini...
0 comments