Part I: Pembunuhan Bangunan Bersejarah
This is the first part. I wrote this report two years ago along with my lovely fellow Sheila Amanda (who is now work for Cherrybelle -yes! THAT Cherrybelle). It was our assignment for In Depth Reporting class. Because we both too lazy to send them to mass media so we let them rotten in our hard disk. I wrote the first and fourth story, she wrote the second and the third. Please enjoy it coz obviously we weren't enjoyed made them haha.
Menjelang akhir tahun, matahari
bersinar malu-malu bersanding dengan awan kelabu. Bukan berarti hal itu
menandakan aktifitas manusia-manusia di bawahnya melesu. Gerobak-gerobak
pedagang kaki lima (PKL) berderet-deret seperti semut di sisi barat Alun-alun
Kota Bandung. Di sisi utara ada Masjid Agung lengkap dengan menara kembarnya
yang menjulang melawan gravitasi. Dulu kawasan ini dikelilingi oleh
gedung-gedung megah seperti Bioskop Elita, Dian, dan Radio City. Kini, pada
bagian timur alun-alun gedung-gedung bersejarah itu telah habis dan digantikan
oleh pertokoan yang tak jelas nasibnya. Kawasan ini sekedar menjadi saksi
sejarah bisu yang diam-diam mati “dibunuh”.
Alun-alun Kota Bandung (source) |
Warisan sejarah
Kota Bandung dimulai ketika Herman Willem Daendels, Jenderal Hindia-Belanda,
membangun Jalan Raya Pos (Jalan Asia-Afrika) pada pertengah tahun 1808. Pada
tahun 1810, ia memindahkan kabupaten yang dulunya berada di Dayeuh Kolot ke
dekat Jalan Raya Pos untuk mempermudah transportasi. Pemindahan itu diikuti
dengan pembangunan masjid, penjara, rumah walikota, dan pertokoan di sekitar
alun-alun. Pada tahun 1880-an muncul kereta api untuk mendukung rencana
pemindahan pusat pemerintahan Indonesia (atau dulunya bernama Hindia Belanda)
dari Batavia ke Bandung. Maka, dibangunlah Gedung Sate sebagai pusat
pemerintahan, meski kini hal itu tidak pernah tercapai.
Dua abad setelah
peristiwa tersebut, bangunan-bangunan di sekitar Jalan Raya Pos mengalami nasib
yang beragam. Ada yang selamat, “diselamatkan”, “dilupakan”, dan ada pula yang menjadi
memori foto hitam putih. Alun-alun dan Masjid Agung adalah yang selamat
sekaligus “diselamatkan”. Masjid Agung didirikan pada tahun 1812 dengan bentuk yang
sederhana berupa bangunan berbentuk panggung, berdinding anyaman bambu, beratap
rumbia, dan kolam besar sebagai tempat mengambil air wudhu. Air kolam itu pula
yang digunakan sebagai sumber air ketika terjadi kebakaran di daerah Alun-alun
pada tahun 1825. Masjid Agung mengalami berkali-kali renovasi hingga tetap
berdiri seperti sekarang.
Yang menjadi
memori foto hitam-putih adalah dua buah bioskop yang dibangun di dekat
Alun-alun, Bioskop Elita dan Bioskop Oriental. Gedung bioskop Elita, dibangun
pada tahun 1921, memiliki “rumah bola” (billiard)
di sisi utara dan patung Garuda pada puncak gedungnya. Bioskop Oriental, yang
pada tahun 1960-an berubah nama menjadi Aneka, memiliki arsitektur bangunan
bergaya Art Noeveau dan juga memiliki
patung Garuda di puncak gedung. Dua bangunan ini telah diganti dengan gedung
perbelanjaan Palaguna. Gedung Palaguna ini sekarang nasibnya terbengkalai dan mengalami
sengketa hukum menyangkut peruntukkan gedung.
Ada pula bangunan
yang “diselamatkan” yaitu Bioskop Dian yang terletak di Jalan Dalem Kaum No. 58
(dulunya Jalan Alun-alun Selatan). Bioskop beraksitektur Art Deco ini dibangun pada tahun 1925 dengan nama Bioskop Radio
City. Sejak tahun 1990-an, bangunan ini dibiarkan kosong dan kini dijadikan
sebagai tempat futsal. Meski beralihfungsi, bukan berarti ia bernasib baik. Atap
bangunan ini berlubang dan bila hujan air akan merembes masuk ke dalam. Akhirnya,
setelah “bergulat” dengan nasib, pada Juli tahun ini ditetapkan Bioskop Dian
sebagai salah satu dari 99 Bangunan Cagar Budaya Kota Bandung.
Tidak jauh dari
Alun-alun, ada sebuah bangunan bekas Hotel Harapan Eka Graha, tepatnya di Jalan
Kepatihan No. 14-16. Bangunan ini kini telah rata dengan tanah, hanya tersisa pecahan-pecahan
batu bata. Ada yang tidak biasa atau bahkan istimewa ketika bangunan ini
dihancurkan. Reruntuhan bangunan ini “mengundang” para anggota Legiun Veteran
Kota Bandung. Mereka kecewa bangunan tempat dicetuskannya Bandung Lautan Api
kini tiada dan akan dijadikan lahan parkir sebuah pasar swalayan.
Bioskop Elita (source) |
Pembongkaran
bekas Hotel Harapan Eka Graha ini menurut Kepala Bidang Pengendalian Dina Tata
Ruang dan Cipta Karya (Distarcip) Iwa Koswara, tanpa izin (Kompas, edisi 22
September 2010). Sanksi yang diberikan sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 5
Tahun 2010 tentang Penataan Bangunan adalah penjara maksimal tiga bulan atau
denda 50 juta rupiah. Menurut Walikota Bandung Dada Rosada, sanksi tersebut
tidak berat, meski ia sendiri bersikukuh menyatakan pembongkaran tersebut tidak
melanggar Perda Nomor 19 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan
Cagar Budaya.
Penjelasan dari
pihak pasar swalayan tepatnya Yogya Departement Store, seperti yang dikutip
oleh Harian Umum Pikiran Rakyat edisi 18 September 2010, adalah pihaknya telah
menempuh prosedur yang semestinya. Menurut Senior Manager Yogya Group Hendri
Hendarta, Distarcip sudah memberi izin karena tahu bangunan itu bukan bangunan
heritage.
Belum berhenti di
situ, “pembunuhan” bangunan bersejarah juga terjadi di Jalan Cihampelas. Di jalan ini
terdapat sebuah kolam renang pertama di Indonesia yang berumur lebih dari 100
tahun. Ia termasuk salah satu dari sedikit bangunan yang berumur 100 tahun di
Bandung dan masih dipertahankan. Itu dulu, kini bangunan yang bersebelahan
dengan pusat perbelanjaan Cihampelas Walk ini telah tiada.
Pemandian
Tjihampelas sangat terkait dengan perkembangan Jalan Cihampelas. Jalan
Cihampelas yang dikenal kini adalah daerah pusat perbelanjaan tanpa tahu apa
asal dari kata Cihampelas itu sendiri. Jalan Cihampelas mendapatkan namanya
dari pohon-pohon Hampelas (sejenis pohon berdaun kasar, biasa digunakan untuk
menggosok badan) yang terdapat di sekitar pemandian ini. Selain terkait dengan
nama kawasan, Pemandian Tjihampelas juga ikut berpengaruh terhadap sejarah
terbentuknya Persatuan Renang Seluruh Indonesia.
Kepemilikian
Pemandian Tjihampelas atau Kolam Renang Cihampelas kini dipegang oleh Kagum
Group. Kagum Group adalah sebuah grup usaha yang terdiri dari unit usaha retail
fashion, hotel, dan rusunami. Perusahaan ini dipimpin oleh Henry Husada selaku
Presiden Direktur. Perusahaan ini sudah menjadi “raja” di Jalan Cihampelas
dengan menguasai sebagian besar factory
outlet di jalan ini dan empat buah
hotel di Kota Bandung. Kolam Renang Cihampelas pun dihancurkan dan rencananya
akan dibangun sebuah rusunami
(rumah susun sederhana milik).
***
Pada suatu sore
yang mendung, di sebuah rumah berarsitektur unik di daerah Tubagus Ismail, dua
orang tamu bermaksud menemui seorang pecinta bangunan-bangunan kuno di Kota
Bandung. Orang itu adalah Harastoeti Sudibyo, Ketua Paguyuban Pelestarian
Budaya Bandung atau Bandung Society for
Heritage Conservation (Bandung Heritage).
Organisasi ini bergerak di bidang pelestarian bangunan-bangunan, lingkungan
serta budaya Kota Bandung. Dua orang tamu
diterima di ruang kerjanya yang dipenuhi gambar-gambar bangunan bersejarah di
Kota Bandung lengkap dengan sejarahnya dan buku-buku mengenai arsitektur.
Diajak berbicara
mengenai pembongkaran bekas Hotel Harapan Eka Graha dan Kolam Renang Cihampelas
–ia tampak bersemangat. Menurutnya, Bandung Heritage
Pemerintah Kota (Pemkot), dan pihak-pihak yang terkait sudah bertemu dan
mengadakan rapat, namun hasilnya tetap saja dua bangunan bersejarah tersebut
dihancurkan. Pengelola sebelum membongkar dan membangun bangunan baru harus
mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Distarcip. Biasanya, jika
berkaitan dengan izin-izin mengenai bangunan cagar budaya, Pemkot meminta
rekomendasi dari Bandung Heritage.
“Bagaimana ini
desain-nya sudah baik apa belum? Yang berkaitan dengan cagar budaya gitu,”
ujarnya.
Jika Bandung
Heritage tidak memberikan rekomendasi biasanya Pemkot belum mengeluarkan izin. Menurut
Harastoeti, Bandung Heritage tidak
berhak memberi izin. Mereka hanya berhak memberikan rekomendasi.
Ujung-ujungnya, mengenai perizinan tetap Pemkot yang berwenang.
“Jadi kita nilai
desainnya juga, nah kalau misalnya
dia (arsitek) merusak kita minta ganti sama perancangnya,”
Lalu, bagaimana dengan kasus bekas Hotel
Harapan Eka Graha dan Kolam Renang Cihampelas?
“Tidak! Tidak
sama sekali! Karena sudah hancur, kan? Itu sudah urusan yang ‘di atas’ aja.”
Menurut
Harastoeti, padahal Bandung Heritage
tidak hanya memberikan sebuah rekomendasi tidak boleh dibongkar, mereka bahkan
sudah rapat dan melakukan protes. Alasanya tetap sama, yaitu dua bangunan tersebut tidak masuk
dalam Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Kawasan Dan
Bangunan Cagar Budaya. Dua bangunan tersebut tidak termasuk dalam 99 bangunan
cagar budaya yang dilindungi.
Pemandian Tjihampelas (source) |
Peraturan Daerah
Kota Bandung Nomor 19 Tahun 2009 Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan bahwa ada lima
kriteria penentuan kawasan dan bangunan cagar budaya, yaitu: nilai sejarah,
nilai arsitektur, nilai ilmu pengetahuan, nilai sosial budaya, dan umur.
Berdasarkan peraturan ini diputuskan 99 Bangunan Cagar Budaya yang termasuk
dalam Golongan A. Maksud dari golongan A ini dijelaskan pada pasal 19 ayat 4
yaitu bangunan cagar budaya Golongan A (Utama) adalah bangunan cagar budaya
yang memenuhi empat kriteria.
Adapula dijelaskan pada ayat
berikutnya yaitu ayat 5 dan 6 mengenai bangunan cagar budaya Golongan B dan C.
Ayat 5 menyebutkan bahwa bangunan cagar budaya Golongan B (Madya) adalah
bangunan cagar budaya yang memenuhi tiga kriteria. Ayat 6 menyebutkan bahwa bangunan
cagar budaya Golongan C (Pratama) adalah bangunan cagar budaya yang memenuhi
dua kriteria.
“Dengan pertimbangan pertama adalah
bangunan milik pemerintah dulu dan keterbatasan dana untuk biaya perawatan,”
ujar Dadan Nugraha selaku Sekretaris Bandung Heritage memberi alasan mengapa hanya 99 bangunan saja yang diakui.
Keterbatasan dana serta Perda Nomor 19
Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Kawasan Dan Bangunan Cagar Budaya menjadi semacam “baju anti-peluru”
bagi sejumlah pihak.
“Para developer atau investor itu kan banyak
jaringannya. Kuat. Mata-matanya ada dimana-mana. Dia melihat ke seluruh Kota
Bandung ini mana sih yang kira-kira
bisa diolah atau dikembangkan gitu,”
ujar Harastoeti.
Ia menambahkan, sebetulnya bagi
Bandung Heritga sendiri tidak masalah jika bangunan bersejarah dikelola atau
dikembangkan. Namun, seringkali cara yang dilakukan salah. Bukannya
melestarikan bentuk asli bangunan, malah membongkar dan membangun ulang.
Harastoeti yang juga seorang dosen
arsitektur S2 di Universitas Parahyangan menyatakan bahwa arsitek yang
membongkar bentuk asli bangunan dan membangun dari awal adalah arsitek yang
kurang ilmu pengetahuan. Arsitek yang tidak mau capek, tidak kreatif, dan mau gampangnya
saja.
“Sebagai seorang arsitek terus terang lebih
mudah membangun di lahan kosong daripada harus menyelaraskan dengan bangunan
yang ada,” ujar Harastoeti.
Bagi Harastoeti semangat zaman
bukanlah sesuatu yang buruk. Membangun bangunan modern dan mendukung
pembangunan juga bukan ide yang salah. Ia sendiri menyetujui konsep pembangunan
tersebut. Namun, sebagai bangsa yang miskin –yang sebetulnya kaya –kita juga
harus berpijak pada hal-hal yang nyata. Kondisi kemiskinan ini adalah sesuatu
yang harus diperbaiki, salah satunya dengan cara berhemat. Salah satu cara
untuk berhemat itu adalah dengan memanfaatkan bangunan-bangunan warisan
bersejarah.
Pengembang-pengembang yang selama ini
melakukan bongkar-pasang bangunan pasti meminjam dana dari bank. Pinjaman
tersebut harus dikembalikan tentu dengan bunga. Membangun itu menurut
Harastoeti mahal. Daripada membongkar dan membangun lagi dengan memakan biaya
yang tidak kecil, memanfaatkan bangunan yang ada adalah jalan keluarnya.
“Itu yang dibongkar masih yang
bagus-bagus, itu kan kita pemborosan kan? Membuang-buang material,
membuang-buang kayu. Padahal ketika kita membangun harus menebang pohon lagi,
jadinya kan pemanasan global,
mengurangi hutan kan?”***hanma_sheila
Daftar
99 Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung:
No
|
Nama
Bangunan
|
Alamat
|
Latar
Belakang
|
1
|
BMC (Bandoengsche Melk Centrale)
|
Jl. Aceh No. 30
|
Golongan A
|
2
|
PPLP (ex KONI)
|
Jl. Aceh No. 47-49
|
Golongan A
|
3
|
Gedung Pensil (Asuransi Dana Reksa)
|
Jl. Ahmad Yani/Gatot Subroto No. 1
|
Golongan A
|
4
|
Kantor Pos Besar
|
Jl. Asia-Afrika No. 49
|
Golongan A
|
5
|
Gedung PLN
|
Jl. Asia-Afrika No. 63
|
Golongan A
|
6
|
Gedung Merdeka
|
Jl. Asia-Afrika No. 65
|
Golongan A
|
7
|
Hotel Preanger
|
Jl. Asia-Afrika No. 81
|
Golongan A
|
8
|
Kompleks Ex. Wisma Suka
|
Jl. Asia-Afrika No. 104-106-108-110
|
Golongan A
|
9
|
Kompleks Hotel Homann
|
Jl. Asia-Afrika No. 112
|
Golongan A
|
10
|
Gedung Keuangan Negara
|
Jl. Asia-Afrika No. 114
|
Golongan A
|
11
|
Asia Africa Culture Centre (Majestic)
|
Jl. Braga No. 1
|
Golongan A
|
12
|
Kimia Farma (Apotek)
|
Jl. Braga No. 2-4-6
|
Golongan A
|
13
|
Kimia Farma (Ex. Aubon Marce)
|
Jl. Braga No. 5
|
Golongan A
|
14
|
Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
|
Jl. Braga No. 12
|
Golongan A
|
15
|
Dekranas Jabar
|
Jl. Braga No. 15-17
|
Golongan A
|
16
|
LKBN Antara
|
Jl. Braga No. 25
|
Golongan A
|
17
|
Gas Negara
|
Jl. Braga No. 38
|
Golongan A
|
18
|
Bank Indonesia
|
Jl. Braga No. 108
|
Golongan A
|
19
|
Ex Insulide Kelenteng
|
Jl. Braga No. 135 & Jl Cibadak
221 & 281
|
Golongan A
|
20
|
Sekolah Luar Biasa
|
Jl. Cicendo No. 2
|
Golongan A
|
21
|
Rumah Toko
|
Jl. Cicendo No. 12
|
Golongan A
|
22
|
Pabrik Kina
|
Jl. Cicendo/Pajajaran No. 25
|
Golongan A
|
23
|
Pusat Koperasi Karyawan PTPN VII
|
Jl. Cikapundung Barat No. 1
|
Golongan A
|
24
|
Pendopo & Ex Rumah Wali Kota
|
Jl. Dalem Kaum No. 1
|
Golongan A
|
25
|
Bioskop Dian
|
Jl. Dalem Kaum No. 58
|
Golongan A
|
26
|
SD Merdeka 5
|
Jl. Merdeka No. 9
|
Golongan A
|
27
|
Gereja Katedral
|
Jl. Merdeka No. 14
|
Golongan A
|
28
|
Polwiltabes
|
Jl. Merdeka No. 16, 18, 20
|
Golongan A
|
29
|
Santa Angela
|
Jl. Merdeka No. 24
|
Golongan A
|
30
|
YPK (Yayasan Pusat Kebudayaan)
|
Jl. Naripan No. 7-9
|
Golongan A
|
31
|
Ruko
|
Jl. Naripan No. 137-145
|
Golongan A
|
32
|
Geduang Pakuan
|
Jl. Otto Iskandardinata No. 1
|
Golongan A
|
33
|
Balai Besar PT KAI & Perpustakaan Bawah Tanah
|
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 1
|
Golongan A
|
34
|
Gedung Indonesia Menggugat
|
Jl. Perintis Kemerdekaan No. 5
|
Golongan A
|
35
|
Kantor & Gudang-gudang persediaan PJKA
|
Jl. Sukabumi No. 20
|
Golongan A
|
36
|
Kantor Stasiun Kereta Api
|
Jl. Stasiun
|
Golongan A
|
37
|
Stasiun Kereta Api
|
Jl. Stasiun Selatan No. 25
|
Golongan A
|
38
|
Puskesmas Tamblong
|
Jl. Tamblong No. 66
|
Golongan A
|
39
|
Gereja Bethel
|
Jl. Wastukancana No. 1
|
Golongan A
|
40
|
Kantor Pemkot Bandung
|
Jl. Wastukancana No. 2
|
Golongan A
|
41
|
SMK Negeri 1
|
Jl. Wastu Kancana No. 3
|
Golongan A
|
42
|
Toko De Zon (Koperasi Usaha Kecil)
|
Jl. Asia-Afrika No. 39
|
Golongan A
|
43
|
Centre Poin
|
Jl. Braga No. 117
|
Golongan A
|
44
|
Landmark
|
Jl. Braga No. 31
|
Golongan A
|
45
|
Ex Departemen Tenaga Kerja
|
Jl. Wastu Kancana No. 20
|
Golongan A
|
46
|
Gedung Perpustakaan UNPAR
|
Jl. Aceh
|
Golongan A
|
47
|
Mesjid Cipaganti
|
Jl. Cipaganti
|
Golongan A
|
48
|
Gereja Baptis
|
Jl. Wastu Kencana No. 40-42
|
Golongan A
|
49
|
Gereja Pasundan
|
Jl. Kebon Jati No. 108
|
Golongan A
|
50
|
KOPKARKA (Koperasi Karyawan KA)
|
Jl. Kebon Jati No. 132
|
Golongan A
|
51
|
Vihara Samudra Bhakti
|
Jl. Kelenteng No. 10
|
Golongan A
|
52
|
SDN Moh. Toha
|
Jl. Moh. Toha No. 22
|
Golongan A
|
53
|
HUBDAM III Siliwangi
|
Jl. Moh Toha No. 55B
|
Golongan A
|
54
|
Kologdam (Ex Jaarsbeurs)
|
Jl. Aceh No. 50
|
Golongan A
|
55
|
Kompleks Kodam III Siliwangi
|
Jl. Aceh No. 59
|
Golongan A
|
56
|
Makodiklat TNI
|
Jl. Aceh No. 69
|
Golongan A
|
57
|
SMP Negeri 7
|
Jl. Ambon No. 23
|
Golongan A
|
59
|
Gereja St. Albanus
|
Jl. Banda No. 26
|
Golongan A
|
60
|
SMU 3-5
|
Jl. Belitung No. 8
|
Golongan A
|
61
|
Dir. Kesehatan Angkatan Darat
|
Jl. Gudang Selatan No. 26-28-30
|
Golongan A
|
62
|
PRIMKOPAD DAM III SILIWANGI
|
Jl. Gudang Utara No. 40
|
Golongan A
|
63
|
KODAM III Departemen Markas Sabau
|
Jl. Kalimantan No. 14
|
Golongan A
|
64
|
Galeri Kita
|
Jl. Martadinata No. 209
|
Golongan A
|
65
|
Direktorat Keuangan Siliwangi
|
Jl. Sumatra No. 209
|
Golongan A
|
66
|
SLTPN 5
|
Jl. Sumatera No. 40
|
Golongan A
|
67
|
Paguyuban Pasundan
|
Jl. Sumatera No. 41
|
Golongan A
|
68
|
SLTP Negeri 2
|
Jl. Sumatera No 42
|
Golongan A
|
69
|
LP Sukamiskin
|
Jl. Ujung Berung
|
Golongan A
|
70
|
Gabungan Koperasi RI
|
Jl. Lengkong Besar No. 4
|
Golongan A
|
71
|
SMP Sandi Putra
|
Jl. Palasari No. 1
|
Golongan A
|
72
|
Biro Linguistik Polri
|
Jl. BKR No. 181
|
Golongan A
|
73
|
SMU 20
|
Jl. Citarum No.23
|
Golongan A
|
74
|
Gedung Sate & Museum Pos
|
Jl. Diponegoro No. 22 & Cilaki
73
|
Golongan A
|
75
|
Museum Geologi
|
Jl. Diponegoro No. 57
|
Golongan A
|
76
|
Gedung Dwiwarna
|
Jl. Diponegoro No. 59
|
Golongan A
|
77
|
Mess Puslitbang Material & Batu Bara
|
Jl. Ganesha No. 6
|
Golongan A
|
78
|
Kompleks ITB Lama
|
Jl. Ganesha No. 10
|
Golongan A
|
79
|
Kantor Pos ITB
|
Jl. Ganesha No. 15A
|
Golongan A
|
80
|
LPM ITB
|
Jl. Ganesha No. 17
|
Golongan A
|
81
|
Gedung ex Dispenda
|
Jl. Ir Juanda No. 41
|
Golongan A
|
82
|
PLTA Dago Bengkok
|
Jl. Ir Juanda
|
Golongan A
|
83
|
Bumi Sangkuriang
|
Jl. Kiputih No. 14, 16
|
Golongan A
|
84
|
Gereja Pandu
|
Jl. Pandu No. 1
|
Golongan A
|
85
|
Kompleks Bio Farma
|
Jl. Pasteur No. 28
|
Golongan A
|
86
|
RSU Hasan Sadikin
|
Jl. Pasteur No. 38
|
Golongan A
|
87
|
Psikologi AD
|
Jl. Sangkuriang No. 17
|
Golongan A
|
88
|
SLTP Negeri 12
|
Jl. Setiabudi No. 195
|
Golongan A
|
89
|
Rektorat UPI & Taman (Villa Isola)
|
Jl. Setiabudi No. 229
|
Golongan A
|
90
|
Perumahan Dosen UPI
|
Jl. Setiabudi No. 211, 219, 225,
240
|
Golongan A
|
91
|
Kompleks Sekolah St Aloysius
|
Jl. Sultan Agung No. 8
|
Golongan A
|
92
|
Rektorat ITB
|
Jl. Tamansari No. 64
|
Golongan A
|
93
|
Villa Merah
|
Jl. Tamansari No. 78
|
Golongan A
|
94
|
Kantor dan Pabrik Gas Negara
|
Jl. Serang No. 7
|
Golongan A
|
95
|
Bank NISP
|
Jl. Sawunggaling No. 2
|
Golongan A
|
96
|
Gedung Tiga Warna
|
Jl. Sultan Agung No. 1
|
Golongan A
|
97
|
Balai Pendidikan Guru
|
Jl. Dr. Cipto
|
Golongan A
|
98
|
Dinas Pertanian Kota Bandung
|
Jl. Arjuna No. 45
|
Golongan A
|
99
|
SM. Kejuruan Negeri
|
Jl. Pajajaran No. 92
|
Golongan A
|
1 comments
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
ReplyDeleteNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut