Part II: Pemandian Tjihampelas: Habis Manis Sepah Dibuang
Pemandian Tjihampelas (source) |
Pemandian Tjihampelas adalah kolam renang pertama yang
dimiliki oleh Indonesia. Menjadi salah satu tempat hiburan bagi kaum Eropa pada
saat itu. Pemandian ini dibuat khusus bagi kaum Eropa atas prakarsa Ny. Homann
yang ingin melayani tamu-tamu hotelnya. Bagunan yang didirikan 1902 ini
merupakan aset sejarah yang dimiliki Kota Bandung. Sekarang, bagunan ini
dihancurkan atas dasar kepentingan bisnis tanpa menilai aspek sejarah yang selama
ini melekat pada bangunan ini. Bisa dilihat juga Part I di Pembunuhan Bangunan Bersejarah.
Pemandian
Tjihampelas ternyata telah memenuhi aspek-aspek bangunan bersejarah menurut Snyder
dan Catanes (1979), yaitu ; Kelangkaan (tidak dimiliki daerah lain),
Kesejarahan (lokasi peristiwa bersejarah), Estetika, Superlativas (keunikan),
Kejamakan(mewakili ragam arsitektur tertentu) hingga pengaruh terhadap social
(meningkatkan citra lingkungan sekitar). Jadi tidak ada lagi alasan bahwa
bangunan ini tidak bernilai sejarah.
Pemandian
Tjihampelas ini masuk dalam kategori lengkap pada masanya,
menyediakan 3 buah kolam dengan standar internasional, pertama berukuran 25 x
50 meter berkedalaman 1,2 hingga 2 meter, kemudian kolam kedua berukuran 12 x
12 meter, berkedalaman 1,1 meter, sedangkan kolam ketiga berukuran 8 x 3 meter
berkedalam 80 CM khusus untuk anak-anak.
Dalam perkembangan sejarah olahraga
di Indonesia, Pemandian Tjihampelas
menjadi tempat berlangsungnya Pekan Olahraga Nasional pertama untuk cabang
Renang. Memang PON ke-1 bertempat di Solo, namun untuk cabang renang dilakukan
di Pemandian Tjihampelas karena di Pulau Jawa, hanya satu kolam renang yang
dimiliki yaitu di Jawa Barat di Pemandian Tjihampelas.
Bukan hanya
berpengaruh bagi perkembangan sejarah olahraga di Indonesia. Pemandian
Tjihampelas ini juga terkait dari nama Jalan Ciampelas. Menurut John ( (40)
bukan nama asli), nama Jalan Ciampelas ini diambil dari Pemandian Tjihampelas
ini. Karena di sekeliling Pemandian Tjihampelas ini terdapat banyak Pohon
Hampelas di sekitar pemandian ini dan akhirnya diambil untuk nama jalan.
Namun, bagunan
bersejarah ini sekarang hanya tinggal sejarah. Ahli waris kebudayaan hanya akan
mampu menikmati kemegahan Pemandian Tjihampelas lewat tulisan-tulisan atau
dokumentasi, tapi tidak bisa menikmati langsung. Pemandian Tjihampelas sudah
rata dengan tanah dan akan menjadi bangunan baru yang tidak memiliki nilai
sejarah sekuat Pemandian Tjihampelas.
Berpuluh tahun yang lalu, daerah Ciampelas memang terkenal
sebagai salah satu daerah yang asri yang dimiliki Kota Bandung. Seiring
perkembangan jaman, Jalan Ciampleas berkembang menjadi daerah industri bisnis
khusnya bisnis pakaian yang sangat menjanjikan. Bagi wisatawan lokal maupun
international yang berkunjung ke Bandung, pastinya menyempatkan diri
mengunjungi factory outlet yang ada
di sana.
Pemandian Tjihampelas yang beberapa tahun lalu
tetap menjadi salah satu icon dari daerah Ciampleas sekarang ini sudah tidak
bisa dinikmati lagi oleh para penduduk lokal ataupun wisatawan. Pembangunan
Rusunami (Rumah Susun Hak Milik) dikatakan lebih penting daripada
mempertahankan aset sejarah. Mungkin bila dilihat dari nilai keuntungan memang
Rusunami lebih menguntungkan daripada hanya sebuah pemandian.
PT Kagum Group, sebagai pengembang yang akan membangun Rusunami memang
bukan pemain lama dalam dunia bisnis properti. Namun Kagum Group sudah memiliki
banyak hotel di Bandung, misalnya Hotel Grand Serela, Henry Palace Hotel,
Banana Inn Hotel and Spa, dan beberapa factory
outlet misalnya Gossip dan Runaway. Proyek terbaru mereka adalah The Jarddin
@Cihampelas yang akan dibangun diatas bekas bangunan bersejarah Pemandian
Tjihampelas.
Apa latar
belakang dari penghancuran Pemandian Tjihampelas? Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat sudah
mengeluarkan Peraturan Daerah soal Cagar Budaya. Terdapat 99 bangunan
bersejarah yang dilindungi dan dirawat. Pemandian Tjihampelas ini tidak masuk
dalam kategori 99 bangunan tersebut. Maka secara hukum pemilik berhak untuk
mengalihfungsikan bangunan tersebut. Bangunan bersejarah yang lain yang tidak masuk
99 daftar cagar budaya akan dilindungi lewat Peraturan Walikota yang juga
diperjuangkan oleh Bandung Heritage.
Pemandian Tjihampelas 1935 (source) |
Namun tidak
berhenti sampai disitu. Bandung Heritage,
salah satu organisasi yang peduli akan pelestarian bangunan bersejarah di
Kota Bandung dan sekitarnya ini sudah merekomendasikan bahwa Pemandian
Tjihampelas tidak layak untuk dihancurkan. Pemandian Tjihampelas masih bisa
untuk dirawat dan diperbagus kembali oleh pemilik.
Namun, pihak
Bandung Heritage tidak memiliki
wewenang apapun untuk memutuskan apakah suatu bangunan tersebut diizinkan atau
tidak untuk dihancurkan. Ketua Bandung Heritage, Dr. Harastoeti DH, mengatakan “Kami bukanlah instansi yang berhak untuk
mengeluarkan izin, kami hanya memberikan rekomendasi bagaimana agar suatu bangunan
bersejarah tetap dipertahankan dan dirawat, bukan dihancurkan.”
Menurut yang dikatakan
Romlah, Kasi Kepurbakalaan di Balai Kepurbakalaan, Sejarah, dan Nilai
Tradisional Unit Pelaksana Teknis Departemen Pariwisata dan Kebudayaan
(Disparbud) Provinsi Jawa Barat, bahwa sebenarnya ada kesalahan koordinasi
Disparbud dengan Dinas Tata Ruang dan Karya Cipta yang mengeluarkan izin. “Sepertinya
ada komunikasi yang tidak connect, Dinas Tata Ruang main begitu saja
mengeluarkan izin. Mungkin mereka tidak melihat nilai sejarah yang dimiliki
Pemandian Tjiampelas, karena mungkin mereka tidak paham. Tapi kalau bertanya ke
Disparbud Kota Bandung mereka lebih tahu tentang suatu bangunan itu, bahwa
dilindungi undang-undang dan sebagainya. Jadi tidak mungkin mengeluarkan izin
sedemikian rupa.”, tutur Romlah.
Pemandian Tjihampelas sebelum dihancurkan (source) |
Menurut John (bukan nama
asli) selaku ketua RT 03, penghancuran Pemandian Tjihampelas berlangsung alot.
Hampir semua warga tidak menyetujui pengalihfungsian dari bangunan bersejarah
tersebut. “Awalnya mereka bilang mau bikin seperti waterboom, tapi ganti jadi apartemen. Kalau waterboom si kami setuju, soalnya Pemandian Tjihampelas ini jadi
berkembang. Tapi kalau apartemen kan cuma orang menengah ke atas aja yang bisa
beli. Warga kami mana mungkin,” ujar John.
Sekarang, Pemandian
Tjihampelas sudah rata dengan tanah. Hanya tersisa dinding ubin khas kolam
renang dan Patung Dewa Neptunus yang mati-matian dibela warga agar tidak
dihancurkan karena sebagai sumber mata air. Sudah ada alat kontraktor yang
mulai bekerja. Tidak ada lagi pohon-pohon hampelas yang rindang dan keceriaan
anak-anak yang berenang di kolam renang yang tidak berkaporit tersebut.
Jangan dikira penduduk sekitar Pemandian Tjihampelas sangat suka rela
mengijinkan penghancuran dari bangunan bersejarah tersebut. Walaupun mereka
tidak memiliki bangunan tersebut secara hukum, namun secara emosional mereka
merasa sangat memiliki Pemandian Tjihampelas itu. Kolam renang pertama di
Indonesia itu adalah sumber mata air bagi warga sekitar.
John (40) yang memang sudah
turun temurun tinggal di daerah sekitar Pemandian Tjihampelas merasakan
langsung dampak dari penghancuran ini. “Ini adalah aset sejarah yang dimiliki
kota Bandung, dari kecil saya main di sini, ngambil air di sini. Sekarang kalau
sudah tidak ada, darimana kami (warga) bisa mengambil air?”, ujar John.
John mengatakan bahwa
tadinya warga hanya diberikan kompensasi jalan menuju rumah mereka selebar 2
meter dan diberikan tempat Mandi Cuci Kakus
(MCK) yang layak. Namun warga menolak, mereka merasa kompensasi yang diberikan
tidak sebanding dengan apa yang dimiliki oleh pihak pengembang. Akhirnya pihak
Kagum Group memberikan kompensasi uang Rp. 150.000,-/bulan untuk warga di RW
ring 2 selama mereka tinggal di Bandung, jadi tidak untuk seluruh warga.
Pembangunan rusunami bersubsidi Jarrdin oleh Kagum Grup (source) |
“Katanya juga warga
diberi kesempatan untuk bekerja di The Jarrdin. 60 % tenaga kerja warga
sekitar, 40 % bawaan mereka. Tapi kita paling jadi apa sih? Kalau ngga cleaning service ya jadi office boy atau satpam”, Ucap John. Warga
memang sangat menyangkan pembangunan rusunami di daerah ini. John juga
mengatakan bahwa coba dibayangkan ada kurang lebih 2000 hunian yang ada dan
semuanya memiliki mobil, akan semakin macet apa Cihampelas?
Saat akan direncanakan
akan dibangunnya rusunami, warga sebenarnya tidak tahu menahu soal ini. Mereka
malah diberitahu oleh wartawan yang sedang meliput lokasi tersebut. “Kasus ini
rame dari tahun kemarin, kami ngga tahu kalo ngga wartawan yang ngasih tahu.
Sampai pejabat-pejabat juga dateng buat ngomongin
soal ini. Setelah udah hancur, ngga ada tuh
pejabat yang nengok ke sini. Kami
ngga bisa berbuat apa-apa ya udah hancur aja sekarang”, kata John.
Sebenarnya bukan hanya
warga daerah Pemandian Tjihampelas saja yang tidak menginginkan bangunan seluas
satu hektar itu dihancurkan, tapi seluruh warga Kota Bandung. Karena
bagaimanapun, ini adalah salah satu aset bangsa, bukan hanya dimiliki oleh Kota
Bandung. Tapi juga dimiliki oleh Indonesia. Nasi sudah menjadi bubur, Pemandian
Tjihampelas sudah hancur. Tersisa hanya foto masa lalu yang tidak akan pernah
bisa dinikmati secara langsung oleh generasi penerus.***sheila_hanma
0 comments