Latest Posts

Jakarta Tak Punya Hati

By 11:17 pm



Setiap pagi. Mungkin matahari baru menunjukkan sedikit kepalanya. Baru seujung rambut. Mereka bangun menuju tempat di mana uang adalah cahaya terang di akhir bulan. Mereka berdiri di tepi peron. Terlalu ke tepi sehingga dengan sedikit gaya mereka bisa jatuh dan mati terlindas kereta yang lewat.

Bunyi klakson kereta begitu keras memekakkan telinga. Angin bergesekkan dengan kecepatan kereta mencipatkan aroma debu yang pekat. Kereta berhenti, pintu terbuka, semua antusias bahkan brutal. Seakan pintu itu adalah surga. Kalau tidak masuk sebanyak dan sebanyak mungkin, kamu akan dibuang ke neraka terdalam.

Nyatanya, di dalam adalah neraka ke tujuh. Bagai pendosa berdesak-desakan menunggu untuk dibakar. Jangan berpikir untuk bisa duduk. Mereka yang duduk adalah mereka yang tak punya hati. Ibu-ibu tua menatap nanar perempuan muda yang tertidur pulas di kursi pemalas. Kaki tuanya bergetar tetapi tak ada yang gentar.

Keluar dari kereta, sampai di tujuan. Kota besar yang terlalu banyak gedung, kendaraan, polusi, orang miskin, dan sampah. Rumah-rumah beton bersbelahan dengan rumah terbuat dari tambalan kayu dan seng. Yang satu ciptaan arsitek, sebelahnya ciptaan orang yang mendadak kreatif karena terhimpit kemiskinan.

Aku berdiri di antaranya. Menjadi penonton yang budiman. Aku yang berharap memberi suara pada mereka yang tak diberi tempat, justru menjadi bagian mereka yang setiap malam habis dalam gemerlap musik terlalu keras dan alkohol. Aku yang masih ingin menulis kisah para perempuan yang menjual tubuh mereka di pedalaman hutan Kalimantan, malah menjadi bagian poros kehidupan lain yang jauh berbeda.

Aku yang sekarang belajar menjadi seperti kota ini. Kota yang tak punya hati.

You Might Also Like

0 comments